Silahkan baca!
BAB 14
Normal.
Malfoy masih menatapnya sekilas dengan pandangan merendah siang itu. Di tengah anak-anak Slyherin tengah menyantap makan siang mereka di Aula Besar, senyuman sinis itu masih terlihat dengan jelas di wajahnya. Sama seperti dulu—seperti ketika mereka baru memulai tahun-tahun pertama mereka di Hogwarts. Tahun pertama... tahun kedua hingga kini—belum berubah. Untuk pertama kalinya Hermione memohon… semoga tak berubah.
"Kurasa anak-anak Slytherin itu hanya mencari alasan saja," kata Ginny.
Hermione segera mengalihkan pandangannya dari si Slytherin. "Kurasa pengunduran diri mereka beralasan," komentarnya. Hermione berusaha mengganti topik, "Kau sudah menemukan gaun pesta?"
Ginny mendengus. "Sudah. Tapi pesta tak menarik lagi sekarang ini, Hermione. Ada hal lain yang lebih harus dipikirkan," katanya. "Enam orang Slytherin mengajukan diri permohonan pengunduran diri. Kau tahu apa artinya? Mereka akan bergabung dengan ayah mereka yang kriminal! Para Pelahap Maut!"
"Kau melebih-lebihkan. Mereka bilang orang tua mereka kuatir—"
"Jangan percaya alasan konyol mereka, Hermione," sahut Ginny bernada sinis. "Ketakutan karena situasi semakin runyam? Hah! Anak umur tiga tahun juga takkan percaya."
"Please Gin, hentikan. Kau jadi terdengar seperti Harry," tukas Hermione tak sabar lagi.
"Kenapa seperti Harry?"
"Kalian sama-sama sibuk sendiri dengan spekulasi kalian yang tak beralasan," jawab Hermione setengah frustasi. "Refreshinglah sedikit. Pikirkan hal-hal yang menyenangkan tentang pesta dansa."
"Oh percayalah. Kurasa pestanya akan lebih suram lagi apalagi setelah aku tahu si kakakku tersayang itu merubah tema pesta. Demi Merlin, pesta topeng? Darimana dia mendapatkan ide buruk seperti itu," katanya memutar bola mata. "Pesta takkan berpengaruh apapun, Hermione. Semua orang sibuk berspekulasi yang tidak-tidak mengapa para kriminal itu kini mau keluar dari Hogwarts. Mereka akan bergabung dengan Kau-Tahu-Siapa. Aku yakin itu."
"Err—kurasa aku harus ke perpustakaan," sahutnya kemudian. Kepalanya mendadak pening dan merasa harus keluar dari pembicaraan. Hermione mengambil tasnya. Sebelum beranjak dari bangku, dia mengerling sekilas ke meja seberang. Malfoy tampak sedang berbicara dengan Crabbe sambil menyantap makan siangnya. "Bye, Gin."
Tujuannya bukan pergi ke perpustakaan seperti yang dikatakan Hermione sebelumnya. Hermione berjalan keluar kastil. Di luar sana, hawa dingin segera menyergap. Hari ini lebih mendingan ketimbang kemarin. Rasanya hembusan angin saja dapat membekukan semua yang berani keluar kastil pada sore hari. Walaupun musim semi hampir tiba, musim dingin masih ingin menunjukkan sisa-sisa kekuatan. Timbunan salju hanya tinggal tersisa sedikit dan masih tampak teronggok di sudut-sudut halaman kastil.
Hermione melewati jalan setapak sambil menikmati hutannya berganti warna. Musim baru perlahan datang. Warna-warna cerah bermunculan menggantikan warna kelabu musim sebelumnya. Air danau perlahan sudah mencair dan padang rumput terselimuti salju yang kian menipis. Hanya tinggal waktu saja bagi Hermione untuk merasakan lagi wangi tanah yang dulu memenuhi hutannya.
Kofu muncul dari balik semak. Dia menggonggong singkat lalu mengibaskan ekor. Hermione tersenyum. Dia tahu apa yang anjing itu harapkan dari kemunculannya—satu kemasan penuh yogurt yang segar. Jika anjing itu beruntung, Hermione juga membawakan beberapa potong paha ayam yang nikmat. Dan sayangnya, hari ini Kofu tidak begitu beruntung.
"Sebaiknya itu bukan yogurt yang telah kau beri racun, Granger. Jika iya, aku tak segan-segan berurusan denganmu."
Kira-kira begitulah sapaannya ketika Malfoy datang tidak sampai semenit kemudian. Cowok itu berjalan sambil memakan sebuah apel yang sudah setengah dihabiskan. Setelah membuang sisa apel, dia memanjat pohon favoritnya lalu berbaring di atas batang pohon yang lebar.
Hermione berjongkok, membuka tas, dan mengeluarkan pupuk kelelawar kelabu untuk memupuki litheasnya.
Ya, Hermione berada di sini. Lagi. Bersama dia.
Bersama Malfoy? Merlin…jika Hermione mendengar kata-kata itu beberapa bulan yang lalu, dia pasti mengira dunia sudah mau kiamat esok hari.
Kini Hermione telah kembali. Dia sudah kehilangan hitungan kapan dia mulai mengunjungi tempat itu lagi semenjak dia menumpahkan tangisannya di tengah pepohonan yang sunyi. Kemudian mulai merawat litheasnya lagi. Bermain dengan Kofu. Dan bertemu dengan si Slytherin itu lagi. Rasanya waktu telah lama berlalu setelah Hermione datang pertama kali dulu—membawa beberapa butir litheas dan menaburkannya di atas tanah basah awal musim gugur. Harapan konyol dan kekanakan seorang penyihir kelahiran Muggle untuk melihat peri hutan—jika dipikirkan memang masih terasa amat konyol.
Dan entah beberapa hari kemudian, dia mulai datang. Malfoy. Dan mengklaim hutannya. Kemudian segalanya seperti roller coaster—penuh tukikan dan belokan tajam. Tapi toh setelah beberapa hari singkat melewati libur Natal yang nyaman dan penuh kehangatan di East End bersama orang tuanya, Hermione berada di sini lagi sekarang. Di tempat yang menyediakan keamanan dan ketenangan yang tidak dapat ditawarkan oleh Hogwarts termasyur sekalipun.
Kini Hogwarts hanya menawarkan kesuraman dan bayang-bayang kelabu. Ron tampak stres dan selalu sibuk dengan pestanya yang tinggal tiga hari lagi. Dan Harry tampak sibuk dengan spekulasi tentang adanya penyusup di Hogwarts ("Aku yakin ada yang tidak beres dengan anak Ravenclaw itu. Akan aku selidiki nanti."). Kesuraman bertambah dengan beredarnya spekulasi yang sedang heboh di Hogwarts.
Pengunduran diri sejumlah anak Slytherin menjadi pembicaraan hangat di manapun. Ya, pertama kali di tahun ini! Banyak orang berpikir mereka keluar karena mereka akan bergabung dengan Voldemort. Namun Hermione berusaha tidak memikirkan kemungkinan itu. Siapa tahu mereka memang keluar karena orang tuanya kuatir dengan apa yang akan terjadi dengan dunia sihir pada masa-masa sekarang. Para murid hanya berlebihan. Jika mereka mengundurkan diri dari Hogwarts karena akan bergabung dengan Voldemort, mungkin Malfoy yang paling pertama keluar dari sekolah itu. Ayahnya jelas seorang Pelahap Maut. Tapi nyatanya Malfoy masih di sini. Dan masih kembali ke hutan ini juga.
Memang tak ada yang dapat menggantikan tempat ini bagi Malfoy…Hermione…Kofu…
"Dasar rakus," gumam Hermione mengerutkan kening, mengamati Kofu menjilati isi kemasan Yogurt dengan lahap.
Kofu menghiraukan ejekan si Gryffindor. Ekornya mengibas senang. Warna bulunya yang putih dan abu-abu kini tampak mencolok dengan warna musim semi yang perlahan muncul. Husky riang itu selalu menunggu kedatangannya. Ekornya terkibas menunggu sesuatu yang dibawakan Hermione yang diselundupkan ketika makan siang.
Hermione senang hanya dengan mengamati anjing itu melahap yogurtnya sampai habis. Terkadang dia hanya menatap anjing itu mencari mangsa. Atau bersandar di tubuh hangatnya sementara Hermione membaca buku tebal yang baru dipinjam dari perpustakaan. Atau sesekali menyempatkan diri bermain lempar-tangkap frisbee atau potongan kayu—namun inilah yang biasanya menjadi alasan bagi Malfoy untuk menggerutu tentu saja. Si Slytherin itu akan bergumam semacam, "Berisik sekali sih!" atau "Jangan ganggu tidur siangku, brengsek!". Dan biasanya pertengkaran kecil terjadi, Malfoy menyebutnya darah lumpur, Hermione tak mau terima dan membalas mengejeknya—dan hal-hal normal lain.
Hal normal. Ya, hal-hal yang belum berubah.
Dan sesuatu yang telah berubah di antara mereka sebaiknya dilupakan—seperti ketika Hermione mengetahui litheasnya masih bertahan hidup. Dia tidak perlu menebak dua kali bahwa yang merawatnya adalah Malfoy. Dia tidak berniat mengungkit-ungkitnya. Dan fakta bahwa Malfoy berbohong bahwa litheasnya telah mati, tak akan dia bicarakan lagi. Ego pemuda itu masih demikian tinggi. Hermione tahu Malfoy takkan pernah mengakuinya. Namun tak masalah karena memang akan lebih mudah jika mereka tetap bertengkar untuk tetap menjadi Hermione Granger dan Draco Malfoy seperti dahulu.
Hermione melempar potongan kayu ke arah semak-semak. Kofu berlari mengejarnya. Tak lama kemudian dia sudah kembali lagi sambil menggigit benda itu. Begitulah mereka menghabiskan selama dua jam kemudian. Hingga sejauh ini dari atas pohon Malfoy hanya bergumam, "Ya ampun, seperti tak ada kegiatan lain saja," kemudian dia melanjutkan tidur siangnya lagi. Hermione mengeluarkan sebuah kemasan yogurt untuk disodorkan kepadanya. Lidahnya terjulur menjilati dengan lahap sampai menimbulkan bunyi.
"Aku benar-benar kuatir, Granger," Hermione mendengar suara Malfoy lagi. "Bagaimana aku bisa tahu kalau kau tidak meracuninya?"
Hermione menengadah menatap si Slytherin. "Inilah tindakan seperti itu disebut dengan 'perbuatan baik', 'kedermawanan' dan 'simpati'," ujarnya datar.
"Oh, berkatilah Santa Granger ini."
"Kau bisa mengolokku sepuasmu dan aku tidak pernah peduli. Kau memang senang bicara tentu saja," gumamnya kembali menatap si husky. "Yah, tapi aku lebih menghargai jika kau tidak berbicara sama sekali—seperti biasa."
Malfoy hanya tersenyum sinis. Dia memperbaiki posisi di atas sana. Kini dia duduk bersandar pada batang pohon utamanya. "Pesta dansa musim semi tinggal tiga hari lagi. Semoga saja temanmu tersayang itu tidak merusaknya," katanya. Kemudian dia berlagak seperti teringat sesuatu—"Oh, mungkin dia sudah melakukannya. Teman rambut merah idiotmu itu mengganti tema pesta mendadak seperti itu. Pesta topeng—oh, boy… Aku tak heran separuh Hogwarts serasa ingin mengutuknya dengan Mantra Sampar. Mungkin beberapa malah sudah melakukannya."
"Jangan panggil Ron idiot!" Hermione memberi pandangan galak. "Aku tak mengerti apa yang kau keluhkan. Menurutku idenya bagus," balasnya bohong. "Sudah lama—atau bahkan belum pernah?—Hogwarts mengadakan pesta semacam itu. Pasti akan seru sekali."
Hermione memang bohong, tapi dia merasa harus membela Ron. Ron hanya ingin ikut menikmati pesta. Dia sudah terlalu sibuk mengurusnya. Dia kuatir malam pestanya hanya akan dipenuhi dengan perintah-perintah Profesor MacGonagall ("Aku tak ingin malamku hanya diisi dengan ocehannya, 'Weasley, katakan pada bagian penata dekor bla-bla-bla—Weasley, kenapa makanannya bla-bla-bla—Weasley—Weasley—Weasey—FUCK! Aku harusmenikmati pesta. Titik.").
Tapi masalahnya separuh Hogwarts tampak tidak setuju. Alasan utama yang dikemukakan: 1) pesta adalah tempat yang tepat untuk menggaet cowok-cewek, 2) pesta berarti tempat untuk tampil setampan-secantik mungkin. Jika usul Ron diberlakukan, sama saja bahwa Ron menjungkir-balikkan tujuan utama mereka untuk datang ke pesta. Seperti mendengar ujian akhir semester datang lebih awal.
"Masalahnya dia kurang kerjaan, Granger," balas Malfoy. "Hampir semua orang sudah memiliki jubah pesta mereka. Kini mereka harus membeli properti tambahan lagi yang jelas tidak berguna, tidak ada estetikanya, tidak penting, tidak koheren, tidak fungsional, dan tidak akan masuk dalam daftar barang-barang fashionable dalam sejarah fashion mana pun di muka bumi ini. Topeng? Ampun deh. Dia pikir ini Halloween?"
"Jangan terlalu menyalahkannya."
"Lihat kan? Kau sendiri tidak menyukai idenya."
"Aku tidak bilang aku tidak menyukai idenya!" geram Hermione. "Ron hanya ingin ikut pesta. Dengan topeng, dia bisa kabur dan bebas menikmati pesta. Dia sudah terlalu sibuk mengurusnya. Dan dia berhak ikut menikmati."
"Mungkin dia hanya ingin kabur dan berdansa dengan Ketua Murid tersayangnya."
"Setelah titel Tukang Intimidasi yang kau miliki, kau ingin memperoleh titel Tukang Gosip juga, Malfoy?"
Malfoy hanya tertawa sinis. "Apa yang sudah kau lakukan untuk mempersiapkan pesta? Tidak ke Hogsmade pada akhir pekan seperti ini, Granger? Sudah bersiap-siap? Anak-anak perempuan selalu heboh jika pesta dansa tiba—sibuk mencari gaun ke toko pakaian atau cekikikan sendiri menunggu seseorang yang mengajak pergi."
"Aku tidak berminat untuk cekikikan sendiri atau menunggu seseorang untuk mengajakku."
"Ah ya tentu saja, aku lupa," potong Malfoy seakan teringat sesuatu. "Baru saja kita membahasnya. Kau tidak harus mencari pasangan lagi. Si Weasleyboy. Aku mengerti. Dan lagi…tradisi bodoh itu. Dua Kepala Murid diharuskan pergi bersama ke pesta. Kurasa aku harus bersimpati karena Blaise harus menurunkan harga dirinya malam nanti. Kasihan dia harus berjalan di depan orang dengan darah lumpur yang menggandeng tangannya."
Hermione membuka mulutnya. "Maaf? Aku tak berminat menggandeng apapun malam nanti," geramnya. Dia mengeluarkan kemasan yogurt kedua untuk diberikan kepada Siberian Husky itu.
"Mungkin kau harus mencari side-partner jika Blaise membuangmu nanti. Atau jika Weaselbee tertangkap Macgonagall untuk melakukan kewajibannya menjadi pembantu pesta. Pikirkan kemungkinan itu. Sudah mencari partner cadangan?"
"Mengapa aku harus memberitahumu, Malfoy?" kata Hermione tersenyum—bukan jenis senyum persabahatan tentunya. "Urusi dirimu sendiri. Lagipula apa kau sendiri sudah punya partner?"
"Mengapa aku harus memberitahumu, Granger?"
Hermione hendak membuka mulut, kemudian menutupnya lagi. Rasanya ingin sekali dia mencincang diri ular berbisa kecil-kecil, menggorengnya, dan menyajikannya di atas piring dengan mayones. Gadis itu hanya menggeram, akhirnya memilih tidak melayani. Apa yang mereka bicarakan dan pertengkarkan selalu kekanak-kanakan. Selalu dan seperti biasa.
Hermione melempar potongan kayu itu lagi ke dalam semak-semak dengan gusar. Kofu yang tak mengerti apa-apa pembicaraan dua manusia itu, berlari riang mengejarnya. Malfoy turun melompat dari batang pohon tempatnya berbaring tadi. Hermione menahan napas ketika Malfoy berjalan mendekat. Ketika Kofu kembali menghampiri Hermione, Malfoy mengambil alih.
"Kau merendahkan harga dirinya dengan melempar ranting kepada Kofu seperti itu," katanya datar. Dia terdiam sejenak tanpa menatap si Gryffindor. "Dia bukan anjing retriever yang manis. Dia Siberian husky yang tangguh. Dia bisa berbuat lebih hebat lagi."
Malfoy berjongkok sambil menggaruk bagian belakang telinga anjingnya. Kofu mejatuhkan potongan kayu itu. Sang tuan mengambilnya dari atas salju, kemudian menjulurkan kayu itu lagi di depan moncong si husky. Kemudian dia berbalik ke arah padang rumput yang tertutup salju, melemparkannya sejauh mungkin. Dalam kecepatan tinggi, Kofu melesat berlari mengejarnya. Malfoy bersorak ketika Kofu menangkap kayu di moncongnya.
Hermione mencuri pandang, menatap si pirang. Dia belum pernah melihat Malfoy memperlihatkan perasaan senangnya sespontan itu sebelumnya. Ini adalah salah satu hal yang Hermione baru tahu selama pertemuan mereka di Hutan Terlarang ini.
Hingga saat ini Hermione masih bertanya-tanya bagaimana bisa dia bertahan menghabiskan waktunya dengan seorang Slytherin. Bersamanya hingga dia tak menyangka dapat mengenal beberapa hal sederhana yang tidak Hermione ketahui sebelumnya. Kini Hermione tahu bahwa Malfoy bisa tampak begitu tenang dalam tidurnya. Atau ketika cowok itu dapat terlihat begitu spontan atau tertawa lepas pada saat lainnya. Beberapa hal sederhana emosi dasar manusia.
Merlin, apa yang akan dipikirkan kedua temannya jika mereka tahu apa yang dilakukan Hermione selama ini—berbohong bahwa Hermione mengunjungi perpustakaan padahal dia pergi ke hutan dan mencuri waktu bertemu dengan musuh terbesar mereka di Hogwarts?
"Hermione," kata Ron, ketika mereka di Three Broomsticks dua hari yang lalu. Dia masih sempat mengajak Hermione berkunjung ke Hogsmaede di sela kesibukannya. "Kau baik-baik saja?"
Hermione tersadar dari lamunannya. "Tentu saja. Err—kenapa aku harus tidak baik-baik saja?"
"Err—Bukan apa-apa," gumamnya, menggelengkan kepala. "Akhir-akhir ini kau tidak pernah bersemangat, seakan Dementor menyerap kebahagiaanmu atau semacamnya. Dan kau selalu cepat-cepat menyelesaikan makan siang lalu pergi entah kemana. Aku dan Harry mengkhawatirkanmu. Er—well… aku mengkhawatirkanmu."
Hermione terdiam. Bukan biasanya Ron begitu terbuka tentang perasaannya.
"Aku baik-baik saja. Ya, baik-baik saja. Hanya pergi ke perpustakaan."
"Kemarin aku ke perpustakaan, tapi…
Tapi aku tak ada, pikir Hermione. Tapi Hermione membiarkan kalimat itu mengambang dan tampaknya Ron enggan melanjutkan. "Ya, Ron?"
Ron menghela napas. "Ah, tidak. Lupakan." Dia terlihat berpikir. "Well, setidaknya aku dan Harry ada jika kau membutuhkan kami."
"Kenapa sensitif begitu? Kau seperti habis terbentur Bludger," kata Hermione, setengah bercanda—berusaha tidak serius.
Ron hanya tersenyum.
Ron. Harry. Dua sahabatnya. Selalu. Dan mereka sedang menguatirkannya.
Persahabatannya dengan mereka sudah bermula semenjak tahun pertamanya di Hogwarts. Hogwarts adalah Ron- Harry. Ron-Harry adalah Hogwarts. Hogwarts adalah rumah kedua. Jadi Ron-Harry adalah keluarga kedua. Situasi dunia sihir sekarang semakin tidak menentu, membuat Hermione goyah. Tapi tetap saja hubungannya dengan Hogwarts serta dua sahabatnya tetap tidak akan berubah.
Dan kini Hermione benci dirinya membuat dua sahabatnya kuatir seperti itu. Dan terkadang dia tak dapat menahan dirinya untuk tidak menangis. Hermione menitikkan air mata di dalam tidurnya akibat diliputi rasa bersalah. Rasa bersalah telah berbohong kepada dua sahabatnya—atau mengkhianati persabahatan mereka. Apa yang akan terjadi jika mereka tahu apa yang sedang dilakukannya?
Hermione mengamati Malfoy dan meyakinkan dirinya sendiri. Malfoy bukan apa-apa. Dia bukan apa-apa dibandingkan kedua sahabatnya. Tak ada yang perlu dikuatirkan dari cowok brengsek yang sudah menyusahkan mereka bertiga semenjak mereka kelas satu. Malfoy akan selalu menyebalkan. Dia akan selalu menyusahkan. So, tak ada yang perlu dipikirkan dan dikuatirkan. Ya, Malfoy bukan apa-apa. Dia hanya sebatas pengalih perhatian dari—dari apapun semua kekacauan ini. Hanya sementara.
"Anjingku keren sekali ya?" kata si pirang kepada Hermione.
Hermione buru-buru mengalihkan pandangannya, berharap Malfoy tak sadar bahwa dia mengamatinya tadi. "Hmm," gumam Hermione, alih-alih menjawab.
"Mungkin anjing terkeren di seluruh Inggris," lanjutnya membanggakan Siberian huskynya.
"Hmm."
"Tak ada yang lebih menyenangkan ketika melihatnya menggonggongimu di atas pohon dulu. Kau gemetar ketakutan."
Hermione bersemu merah. "Diamlah."
"Dua kali, Granger. Brilian sekali. Sangat menghibur."
"Diamlah, Malfoy."
"Menghibur."
"Bar-bar," Hermione mengoreksi.
Malfoy tertawa.
"Sepertinya memang sudah jalan hidupmu untuk tertawa di atas penderitaan orang lain, Malfoy. Hiburan jenis apa yang kalian dapat di kediaman keluargamu? Pertunjukan peri rumah dikuliti hidup-hidup? Atau atraksi meregangkan tangan dan kaki tawanan hingga putus?" cemooh Hermione. "Di atas pohon, aku menunggu pangeran tampan yang datang untuk menolongku namun yang datang adalah ular derik berbisa yang cerewet."
"Kau salah. Pangeran tampan itu memang datang tapi dia memutuskan untuk tidak menolongmu. Tidak sudi tepatnya."
Hermione mengangkatkan sebelah alisnya, tangan kanannya berkacak pinggang. "Siapa? Kau? Menurutmu kau pangeran tampan? Jangan membuatku muntah."
"Tentu saja, aku tampan," sahut Malfoy, hanya berniat membuat Hermione lebih jengkel lagi. Dia berbalik, berjalan mengambil potongan kayu untuk dilemparkan ke anjingnya lagi. "Tentu saja nerdo yang tiap hari berkutat dengan tumpukan buku sepertimu memahami fakta sensitif seper—"
Brug!
Malfoy jatuh terjerembab, tersandung akar pohon yang tersembul di atas salju. Wajahnya tertutup salju. Hermione berusaha menahan tawa. Wajahnya memerah dan akhirnya pertahanan itu jebol juga. Dia tergelak.
"Tampan sekali, Malfoy. Sangat berkelas," ujarnya, terkikik. Betapa menyenangkannya. Hermione sudah lama tidak tertawa terbahak-bahak.
Malfoy menatapnya galak. "Tutup mulutmu."
Hermione menutup mulut, menggerakkan tangannya di sepanjang bibir seperti menutup ritsleting. Tapi dia masih geli. Malfoy membersihkan salju dari wajah dan jubahnya. Dia menggerutu dan mengutuk akar tersembul tadi yang membuatnya jatuh. Hermione tersenyum geli menatapnya. Dan kemudian…tanpa sadar dia melakukan sesuatu. Sesuatu yang biasa bagi orang lain—tapi tidak untuk Malfoy. Sesuatu yang tidak aneh jika dihadapkan pada situasi yang berbeda—
Hermione menjulurkan tangan kanannya. Menawarkan bantuan.
Dia baru menyadari setelah Malfoy menatap tangannya bingung. Slytherin itu tampak heran. Mulutnya tampak terbuka hendak mengatakan sesuatu sesuai style Malfoy—style mengapa-kau-pikir-aku-akan-menerima-bantuan-darah- lumpur-sepertimu. Tapi dia tidak mengatakan apa-apa dan menutup mulutnya lagi. Hermione tahu mengapa dia bimbang. Setelah enam tahun lebih mereka hidup dalam dua sisi kontradiktif yang begitu nyata—bahkan setelah melewati beberapa bulan terakhir dalam sisi yang tersamar, sebuah tindakan baik seperti yang Harmione lakukan saat itu masih tampak begitu janggal. Hermione menelan ludah.
Katakanlah sesuatu dan kau bisa menolak bantuanku. Atau—raih tanganku tapi jangan katakan sesuatu. Setelah itu anggaplah kejadian ini tak pernah terjadi.
Dan Malfoy memilih pilihan yang kedua. Slytherin itu menggenggam tangannya. Segera setelah Malfoy berdiri, Hermione langsung menarik tangannya sendiri, memeluk, dan menyimpulnya di dada dengan canggung. Malfoy membersihkan salju. Mereka berdua terdiam sejenak.
Hermione berdeham, canggung. "Hampir sore. Harus kembali ke kastil."
Apanya yang hampir-sore-harus-kembali-ke-kastil? Bodoh! Untuk apa juga kau harus kabar-kabari dia apa yang akan kau lakukan?
Draco mengangkat bahu. "Ehem—terserah kaulah. Kayak aku peduli saja."
Kurang ajar, pikir Hermione. Wajahnya memerah. "Tentu saja tidak," sahutnya cepat—mempertahankan harga dirinya. Sejenak dia menggaruk pelipisnya, atau mundur selangkah, atau sekadar berdeham tidak jelas—masih salah tingkah.
Lalu Hermione berbalik badan, mengambil tasnya, dan berjalan secepatnya meninggalkan Slytherin itu, tanpa berminat untuk menoleh lagi. Dia menggigit bibirnya keras-keras dan berpikir wajahnya pasti semerah tomat busuk. Dan rasanya jika sudah jauh dari situ…dia merasa ingin membenturkan keningnya sendiri ke pohon.









0 komentar:
Posting Komentar